Senin, 11 Februari 2013
JAKARTA – Perusahaan tambang dan logam asal Perancis, Eramet SA akan mulai merealisasikan proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) cobalt dan nickel pada pertengahan tahun ini. Pembangunan itu dilakukan anak usaha Eramet di Indonesia yakni PT Weda Bay Nickel (WBN), pembangunan smelter ini akan dilakukan dalam dua tahap.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengungkapkan, rencana pembangunan smelter Weda Bay pada tahap pertama akan dilakukan pada awal semester kedua tahun ini. “Lokasinya di Halmahera mulai dibangun pertengahan tahun ini,” ungkap Panggah, akhir pekan lalu.
Menurutnya, pada tahap pertama ini Weda Bay akan mengucurkan investasi sebesar US$ 3,3 miliar. Sementara itu, untuk pembangunan smelter tahap pertama ini akan memakan waktu selama satu tahun, sehingga Weda Bay menargetkan bisa mulai berproduksi pada pertengahan tahun 2014 mendatang. Menurutnya, dari proyek tahap pertama tersebut, Weda Bay akan memiliki kapasitas produksi nikel hingga 35.000 ton nikel per tahun dan cobalt sebesar 1.300 ton per tahun. Pembangunan tahap pertama ini juga akan menyerap 3.500 orang tenaga kerja.
Panggah melanjutkan, setelah tahap pertama selesai tahun 2014 nanti, Weda Bay akan melanjutkan pembangunan tahap kedua dengan investasi mencapai US$ 2,2 miliar. “Sehingga total investasinya mencapai US$ 5,5 miliar,” ungkap dia.
Menurutnya, pelnbangunan tahap kedua tersebut ditargetkan mampu selesai pada 2018 mendatang. Jika pembangunan smelter tahap kedua sudah selesai, maka kapasitas produksi Weda Bay akan bertambah menjadi 65.000 ton per tahun untuk nikel dan cobalt sebanyak 3.000 ton per tahun.
Dapat insentif
Panggah menambahkan produk proyek hilirisasi cobalt dan nikel yang dilakukan oleh Weda Bay akan dialokasikan untuk industri logam di dalam negeri. “Nanti akan dipasok ke perusahaan baja untuk produk carbon steel dan stainless steel,” lanjutnya.
Menurutnya, sudah ada pertemuan Pemerintah dengan Presiden Direktur Weda Bay, Alain Giraud yang membahas beberapa hal seperti potensi insentif yang bisa mereka dapatkan. Salah satunya Weda Bay menurut Panggah kemungkinan akan memperoleh tax holiday.
Selain itu, dia menjelaskan, pihak Weda Bay juga mengutarakan komitmennya untuk menggunakan bahan baku lokal untuk proses konstruksi pembangunan pabrik smelter tersebut. Bahkan kontraktor lokal pun siap diajak untuk bekerja sama.
Selain weda Bay, Panggah menjelaskan, beberapa perusahaan lain juga berpotensi untuk memulai proyek pembangunan smelter pada tahun ini adalah Dubai Aluminium yang ingin membangun smelter aluminium di Indonesia.
Ada juga perusahaan pengolahan bijih besi Indoferro di Banten yang kini juga telah membangun smelter untuk mengolah iron ore untuk keperluan bahan baku baja. Sementara itu, PT Meratus Jaya Iron and Steel sudah menyelesaikan pembangunan tahap pertama untuk produksi sponge iron sejak akhir 2012.
Ladjiman Damanik, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengatakan, sebaiknya pemerintah memiliki pemetaan yang jelas jika ingin program hilirisasi mineral berhasil.
“Kalau mau, jangan minta seluruh pengusaha mineral bikin smelter, bikin saja satu atau beri penugasan satu perusahaan untuk membangun, nanti yang lainnya itu memasok,” ungkap dia.
Menurutnya, kegagalan dalam hilirisasi mineral lantaran tidak ada pasokan. Sementara di daerah penghasil tidak ada infrastruktur listrik yang besar untuk menggerakkan pabrik smelter. “Memang serba salah sebaiknya smelter dekat dengan daerah penghasil, tapi tidak ada listriknya, akhirnya bikin di Jawa,” kata dia.
sumber : Kontan Harian
Comment here